Fenomena Fear of Missing Out (FOMO) Melanda Remaja
Era revolusi industri 5.0 ditandai dengan adanya digitalisasi dan
otomatisasi yang mempengaruhi banyak sektor dalam kehidupan. Seiring dengan
digitalisasi tersebut, kita dituntut untuk melek terhadap teknologi, terutama
media sosial sebagai salah satu komponen media digital. Media sosial memiliki
peran yang sangt penting karena media tersebut mendominasi pola interaksi dalam
keseharian. Namun, seiring berkembangnya media sosial yang semakin pesat, dunia
juga dihadapkan dengan fenomena baru yang disebut Fear of Missing Out
(FOMO).
FOMO merupakan singkatan dari fear of missing out, yang
dapat diartikan sebagai ketakutan atau kekhawatiran terhadap terlewatinya momen
atau pengalaman yang sedang populer atau banyak diperbincangkan. Fenomena ini
menyebar dengan pesat lantaran media sosial yang semakin canggih sehingga
manusia dengan mudah melihat, membandingkan, serta meniru gaya hidup orang lain
di media sosial. Dengan adanya fenomena tersebut, dapat menyebabkan sifat
konsumerisme atau bahkan hedonisme yang tinggi di kalangan masyarakat, terutama
remaja. Mirisnya lagi, fenomena FOMO juga dapat menyebabkan seseorang memiliki
gaya hidup yang mewah demi mendapatkan citra yang megah tetapi berlawanan
dengan ekonomi keluarganya.
Fenomena FOMO memberikan dampak yang sangat besar bagi remaja.
Remaja yang terpengaruh oleh fenomena ini sering kali merasa terdorong untuk
selalu terlibat dalam kegiatan atau tren supaya tidak merasa ditinggalkan oleh
lingkup pertemanan mereka. Hal tersebut dapat menyebabkan tekanan sosial dan
kecemasan yang signifikan. Selanjutnya, FOMO juga dapat merusak Kesehatan
mental remaja karena timbulnya rasa tidak puas dan ketidakpercayaan diri pada
remaja. Kesenjangan antara realitas dan citra yang ditampilkan di media sosial
juga dapat mempengaruhi Kesehatan mental remaja. Selain itu, fenomena ini
menyebabkan remaja lebih banyak berselancar dengan kehidupannya di dunia maya
daripada hubungan yang nyata doi kehidupan sehari-hari.
Oleh karena itu, perlu adanya hal-hal yang harus dilakukan untuh
mengatasi fenomena tersebut. Memberikan pemahaman terkait media sosial yang
tidak selalu mencerminkan kenyataan dapat menimbulkan kesadaran pada diri
remaja untuk mengelola perasaan dan emosi mereka supaya tidak ikut-ikutan dalam
fenomena tersebut. Peran orang tua dan pendidik dalam mengawasi anak Ketika
bermain media sosial juga dapat mengurangi prosentase anak “tertular” fenomena
tersebut. Namun, yang terpenting, seorang anak atau remaja harus memiliki
identitas diri yang kuat sehingga remaja lebih memahami potensi dirinya dan tau
apa yang harus dia lakukan tanpa mengikuti tren yang sedang viral.
Dari pemaparan diatas, dapat diambil garis besar bahwa fenomena
FOMO meupakan sebuah realita yang baru saja terjadi dan harus dihadapi oleh
remaja di era digitalisasi ini. Melalui artikel ini, remaja diharapkan dapat
mengenal lebih dalam siapa dirinya dan menganalisis dirinya dengan lebih baik
supaya tidak mudah terpengaruh oleh perkembangan zaman.
Penulis : Novia Rizky Kamilulfalaah (Anggota RTL Kajian dan Gerakan)