Psikes.com – Pada Hari Minggu, 6
Oktober 2024, hawa panas menyambut kami setelah perjalanan sekitar 20 menit
menuju Kota Lama, salah satu ikon terkenal di Kota Semarang. Kawasan ini
dipenuhi dengan berbagai cerita menarik yang sering kali terlewat dari
perhatian. Kali ini kami dari kelompok Kompas.com, peserta Rumah Jurnalis
Pergerakan, berkesempatan untuk berbincang dengan pengunjung, pedagang, dan
pekerja lokal guna menggali pandangan mereka tentang Kota Lama Semarang.
Menurut Adit, seorang pengunjung
Kota Lama cukup bagus namun masih minim fasilitas. “Saat malam, Kota Lama
selalu ramai dan spot-spotnya bagus,” ujarnya. Berbeda dengan Raya, yang juga
seorang pengunjung, ia menyebut Kota Lama sebagai destinasi wisata unik di
Semarang, dengan suasana yang asri dan bersih.
Kami juga bertemu dengan Ibu Siska,
seorang pedagang yang telah lama berjualan di Kota Lama. Sebagai warga asli
Semarang, Ibu Siska mengetahui sejarah Kota Lama sejak sebelum direnovasi
hingga sekarang. Baginya, kawasan ini masih menjadi tempat yang ramai bagi
pedagang seperti dirinya.
Bapak Tri, yang bekerja sebagai
tukang foto, menyoroti perbedaan Kota Lama dulu dan sekarang. Ia mengatakan
bahwa sebelumnya pedagang asongan masih diperbolehkan, namun setelah pergantian
wali kota hal itu tak lagi diizinkan. Bapak Tri telah bekerja di sana selama
kurang lebih tiga tahun.
Kemudian, kami berbicara dengan
Bapak Hendri, seorang palet parkir di Kota Lama. Menurutnya, keadaan Kota Lama
tidak banyak berubah sejak pertama kali ia bekerja di sana sekitar 5-6 bulan
lalu. Ia bekerja pada jam-jam tertentu, terutama pada akhir pekan saat kawasan
ini lebih ramai.
Terakhir, Ibu Sri Sumardi, yang juga
merupakan warga lokal sekaligus pedagang selama tiga tahun, berbagi
pandangannya tentang Gereja Blenduk yang telah berdiri selama lebih dari 150
tahun. "Gereja ini baru saja direnovasi sekitar lima bulan lalu,"
katanya.
Kota Lama Semarang memang penuh
cerita, mulai dari pengunjung hingga warga lokal. Masing-masing memiliki
pandangan unik terhadap kawasan yang menjadi bagian sejarah penting di kota
ini.
Tim Jurnalis Kelompok Kompas.com
1. Nathania izza maulidy (reporter)
2. Lutfi Hidayatul Wakhidah (reporter)
3. Neissya Amallia Salsabilla (writer)
4. Nuril Faizah Alif (writer)
5. Firda Risqi Maulidina (videografer)
6. Syaharani Khodijah (fotografer)
Penugasan Berita Acara Turun Liputan
Rumah Jurnalis Pergerakan
PMII Rayon Psikologi dan Kesehatan